Jumat, 26 Oktober 2012

Cerpen Remaja Tentang Ibu

Buat kawan kawan yang memang suka baca cerpen remaja tentang ibu berikut disini. Ada untuk bisa sedikit menghibur ehhh iya setelah baca kangan lupa buat like facebook nya dan berkunjung kmbali d blog dhono wareh semoga cerpem ibu berikut nermsngaat untuk sobat

Cerpen Ibu - Ibu Pejuang Hidupku
IBU PEJUANG HIDUPKU
Karya Ahmad Fajrul Yustika
Ketika sang mentari mulai menampakkan
kekuasaannya. Sebuah lantunan panggilan shalat
pun mulai menyambut datangnya hari. Burung-
burung pun berkicauan merdu menandakan
kerasnya kehidupan akan segera di mulai. Pekatnya
hawa dinginpun mulai pudar. Kilauan sinar sang
surya pun mulai menembus butiran-butiran embun
pagi. Cahaya-cahaya lampu istana mati mengikuti
hari. Lalang lalulintas mulai terisi penuh oleh arus
kehidupan.
Pagi hari telah datang. Sambutan mulia pun mulai
menyambut Ibu yang di tinggal seorang suami entah
kemana, yang masih meninggalkan banyak beban
keluarga. Ibu hanya hidup di temani oleh seorang
anak perempuannya yang baru menginjak usia
sepuluh tahun yang bernama Iza. Ibu dan Iza pun
hanya dapat tinggal di sebuah gubuk kecil yang
luasnya hanya selebar dua petak tanah, yang di
pagari dengan menggunakan anyaman bambu, dan
diatapi dengan menggunakan seng tua yang
berkarat.
Untuk menghidupi keluarga kecilnya dan untuk
menyekolahkan Iza, Ibu harus membanting
tulangnya untuk mendapatkan sepeser uang rupiah
yang di dapatnya dari menjual berbagai macam
gorengan. Tiap pagi seusai Shalat Subuh, Ibu sudah
siap dengan adonan gorengannya. goresan wajan
dan suara didihan minyak gorengpun mulai
menghiasi gubuk kecilnya. Suara goresan wajan dan
minyak goreng itu pun sempat membangunkan Iza
dari tidurnya. Iza pun lekas terbangun dari ranjang
tidurnya, Iza pun langsung menuju ke dapur untuk
membantu ibunya yang sedang memasak gorengan.
Sampai di dapur Iza langsung mengambil pisau
untuk memotong bunga kol yang akan di jadikan
gorengan oleh ibunya.
“Kalau ibu lelah istirahat dulu saja”
“Enggak usah, ibu masih kuat”
“Itu muka ibu masih kecapean,sebaiknya ibu
istirahat saja”
“Ibu enggak capek kok, muka ibu hanya masih
ngantuk saja. Kamu sendiri bangun sudah Shalat
Subuh belum?”
“ Iya, sebentar lagi Iza shalat, tapi setelah bantu ibu”
“Jika sekolah kamu pinter, itu sudah bantu ibu, kok.
Udah kamu Shalat Subuh dulu lalu belajar”
“Iya Bu. Maaf ya bu jika Iza belum bisa membuat Ibu
bangga”
“Ibu juga minta maaf, jika selama ini belum bisa
menuruti semua keinginanmu”
“Iza janji, jika suatu saat nanti Iza pasti bisa membuat
ibu bangga” Sambil memegang tangan ibu.
“Iya, iya... Ibu percaya, pasti nanti Iza bisa banggain
ibu. Sudah, kamu shalat dulu lalu belajar. Ibu mau
menyelesaikan gorengan dulu supaya bisa cepat
matang”
Matahari pun mulai terbit tinggi. Seperti biasa, Ibu
dan Iza bergegas untuk berangkat dari rumah
dengan membawa gorengan yang akan di jajakan.
Sebelum Ibu menjajakan gorengannya keliling desa,
Ibu pun sempat mengantarku ke sekolah yang
jaraknya satu kilometer dari rumah dengan menaiki
sebuah sepeda tua yang telah rapuh di makan
zaman.
Sesampai di sekolah Iza. ibupun menitipkan
sebagian gorengannya ke kantin sekolah Iza, dan
setiap gorengan buatan ibu hanya di jual seharga
Rp.500. Dengan harga tersebut ibu hanya
memperoleh keuntungan yang sangat kecil, tapi ibu
tidak pernah berputus asa walau keuntungan
tersebut belum bisa mencukupi kebutuhan keluarga
kecilnya untuk sehari-hari. Dan jika ibu tak
berjualan gorengan, dari mana keluarga kecilnya
dapat memenuhi kebutuhan hidup dan dapat
menyekolahkan anaknya sampai sarjana.
Setelah ibu menitipkan gorengannya ke kantin
sekolahku. Aku pun belum bisa masuk ke dalam
kelas sekolah ku jika belum melihat semangat ibu
dalam berdagang gorengan keliling desa untuk
memenuhi kebutuhan dirinya.
Kayuhan sepeda ibu pun masih terdengar meskipun
jarak yang ibu tempuh sudah begitu jauh. Mungkin,
sepeda ibu sudah terlalu tua dan rapuh untuk dapat
di gunakan. Seperti ibu yang sudah berusia tapi
semangatnya bagai seorang pejuang. Semangat
juang ibu sangatlah tinggi yang tak pernah berputus
asa untuk mendapatkan sepeser uang rupiah untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan dapat
menyekolahkan anaknya sampai di jenjang yang
tinggi.
Semangat ibu selalu untuk Iza anaknya. Ibu
berjualan dari pagi sampai sore. Memang
untungnya tak sesuai dengan semangat ibu, namun
ibu tak pernah berputus asa untuk Iza dapat
bersekolah.
Ibu ada di hati Iza. Iza pun selalu bersemangat untuk
bersekolah, ia tidak akan pernah berputus asa dalam
mengejar impiannya untuk menjadi seorang guru.
Di sekolah Iza merupakan siswa berprestasi di
sekolahnya nilai seratus selalu di perolehnya dan
jika nilainya kurang dari seratus binar matanya pun
pecah menetesi pipinya dengan aliran yang deras,
karena telah mengecewakan ibunya yang sudah
bekerja mati-matian untuk dapat menyekolahkan
dirinya.
Di sekolah pun Iza sering di ejek oleh temannya
sebagai anak gorengan, ketika di ejek temannya. Iza
pun tidak pernah marah jika di ejek seperti itu.
Karena temannya sendiri tak kenal bagaimana ibu
itu. Bagi Iza ibunya adalah ibu terbaik yang pernah
ada di dunia ini. Dan karena Iza selalu mengingat
ibu kapanpun dan dimanapun, jadi Iza tidak akan
pernah mengecewakan ibunya karena hal yang
sepele.
Sang surya pun mulai menunjukkan wajahnya tepat
di atas bumi. Disaat itulah Iza pulang dari sekolah ke
rumah. Sebelum pulang, Iza harus mampir dahulu
ke kanti sekolah untuk mengambil setoran yang di
dapat ibunya dari hasil sebagian gorengannya. Dan
syukurlah, gorengan yang ibu titipkan di kantin
sekolah sudah ludes di serbu para siswa yang sangat
menyukai gorengan buatan ibunya yang gurih itu.
Setelah mengambil uang dari kantin. Kini saatnya
Iza untuk pulang ke rumah dengan jalan kaki sejauh
satu kilometer, di bawah sengatan keganasan sang
surya. Untuk menempuh jarak 1 km Iza memerlukan
waktu sekitar 15 menit. Supaya tidak membuang-
buang waktu untuk berjalan, maka iza pun berjalan
sambil membaca-baca buku tentang materi pelajaran
yang telah di berikan oleh gurunya sebelumnya.
Sesampai rumah kecilnya. Iza langsung bergegas
berganti pakaian lalu menunaikan Shalat Dhuhur
dan makan dengan lauk pauk seadanya. Setelah
selesai makan, Iza membawa uang hasil jualan
gorengan di sekolah yang akan di belikan bahan-
bahan yang akan digunakan untuk membuat
gorengan yang akan di jajakan untuk keesokan
harinya.
Mentari pun akan segera menutup wajahnya. Tiba-
tiba terdengar suara sepeda yang sudah tua dan
rapuh dari kejauhan, semakin lama semakin
mendekat. Suara sepeda itu pula yang sudah
mengingatkan ku jika ibu sudah tiba di rumah.
Untuk menyambut ibu pulang ke rumah, Iza pun
menyiapkan minuman khusus untuk ibunya denga
setiap tetesan airnya mengandung berjuta kasih
sayang Iza kepada ibu.
“Assalamualaikum...”
“Waalaikum sallam...”
“Iza, bagaimana hasil jualan gorengan di kantin
sekolah mu?”
“ Alhamdulillah... Gorengannya ludes habis terjual
Bu. Ibu sendiri Bagaimana?”
“Alhamdulillah... gorengan yang ibu jual laku
semua juga. Kita harus bersyukur kepada Allah
SWT. Atas nikmat yang telah di limpahkannya
kepada kita”
“Iya Bu. Maafkan aku Bu yang saat ini belum
sanggup menyangga bahu mu dan menghapus
peluh yang setiap hari menetes untuk ku”
“Yang penting untuk Ibu, kamu harus rajin belajar
dan jadilah seorang anak yang berbudi pekerti
kepada yang lebih tua dan jadilah seorang siswa
yang pintar, cerdas, dan berprestasi di sekolah
untuk masa depan yang lebih baik dari pada Ibu”
“Terima kasih Bu. Sebab sampai saat ini kau ada
untuk ku, yang selalu memberi, dan melakukan hal-
hal yang terbaik untuk ku”
Dan saat ini, mimpi Iza hanya satu. Yaitu,
membahagiakan ibu. Iza akan menjadikan ibu
sebagai ibu yang paling beruntung di dunia ini
karena telah melahirkan anak seperti Iza. Ibu adalah
pejuang bagi ku yang rela mati-matian demi aku
tetap bersekolah. Dan semoga Iza dapat datang
untuk mu, menyangga bahu mu, dan menghapus
semua peluh mu.
PROFIL PENULIS
Nama: Ahmad Fajrul Yustika
Kelas: X-3
Sekolah: SMA Negeri 1 kendal
Add fb: Afy Gerlana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar